“I will prepare and someday my chance will come.” (Saya akan melakukan persiapan dan suatu hari nanti kesempatan saya akan datang). Demikian kata Presiden Amerika Serikat ke-19, Abraham Lincoln (1809-1865). Ya, Nuzran Joher telah melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Lincoln. Nuzran—disadari atau pun mungkin juga tanpa disadarinya—telah mempersiapkan diri dalam waktu yang relatif panjang untuk menjadi seorang pemimpin (leader). Nuzran remaja hidup di ujung rezim Orde Baru yang otoriter, kaku, dan cenderung pada hal-hal yang serba simbolis-formalistik yang ekstrem.
Tapi, minat Nuzran lain: ia berbeda dengan trend rekan-rekan seusianya yang berlomba-lomba ingin jadi PNS pada era 90-an. Mungkin karena ia berkelindan dengan dunia pergerakan, aktivis, dan idealisme, ia kurang berminat untuk pakai seragam dinas. Nuzran justru menenggelamkan diri dalam aktivitas-aktivitas organisasi kemahasiswaan yang ia yakini mampu membuatnya besar dan berbeda dari rekan-rekannya kelak: menjadi tokoh dan pemimpin sosial.
Bertahun-tahun ia digembleng dan tergembleng di organisasi perkaderan: HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Nuzran tumbuh dengan karakter kepemimpinan yang nasionalis-religius. HMI—sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan yang telah banyak melahirkan tokoh dan pemimpin-pemimpin cemerlang bangsa ini—adalah organisasi yang dipilihnya ketika menjadi mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat. Karena kecintaannya pada kemanusiaan (humanity), kemerdekaan intelektual (intellectual freedom), dan kepedulian sosial ia memilih jalan hidup sebagai aktivis mahasiswa. Puncaknya di saat reformasi ’98 ia tampil memimpin gerakan mahasiswa ‘98 di Sumatera Barat dan menjadikan kampus IAIN sebagai pusat pergerakan 48 perguruan tinggi, sampai jatuhnya rezim Orde Baru.
Ia cuekkan apa yang menjadi momok oleh teman-teman kuliahnya di masa Orde Baru dulu, yang apatis dengan organisasi: ancaman DO (drop out). Tapi, tak sia-sia. Nuzran terbukti di kemudian hari, telah menikmati hasil itu: karakter kepemimpinan (leadership) justru banyak ia dapatkan dalam dunia organisasi, bukan di kampus formal. Namun, ia tetap bisa merampungkan kuliah dan berhasil mendapat gelar sarjana.
Tak hanya sukses organisasi, ia juga sukses secara akademis. Kedua hal itu telah membentuk dan memperkuat talenta kepemimpinan yang ada dalam dirinya. Bukti keuletan dan talenta kepemimpinannya: ia bersama aktivis Sumatera Barat dan Jambi mendirikan HMI Cabang Kerinci, dan ia menjadi ketua umum pertama. Sampai saat ini, sudah ribuan kader dan alumni yang lahir dari rahim pengkaderan HMI Cabang Kerinci. Pelan tapi pasti telah muncul kader dan bibit-bibit generasi muda yang tangguh, ulet serta siap mengisi pembangunan di segala bidang baik di Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi dan Nasional.
Dalam kancah pergulatan sosial organisasi HMI ia berhasil menjadi Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) di Jakarta, Kandidat Ketua Umum DPP KNPI 2011-2013 serta menjadi Ketua DPP KNPI Bidang Otonomi Daerah. Sesuatu yang tidak mudah dicapai oleh banyak aktivis dari berbagai daerah di Indonesia.
Kini, Nuzran Joher dipercaya bersama 62 orang tokoh Nasional lainnya—mantan menteri, hakim Mahkamah Konstitusi, akademisi, mantan anggota DPR dan DPD RI—berhimpun mewakili Fraksi Politik di MPR sebagai anggota di Lembaga Pengkajian MPR RI sejak 2016 sampai sekarang.
Figur Bersih, Peduli, dan Santun
Terlahir dari keluarga sederhana, di Desa Maliki Air Rawang, Sungai Penuh-Kerinci, 44 tahun silam, tepatnya 28 Oktober 1973, Nuzran—meminjam istilah wartawan senior Rosihan Anwar dalam salah satu tulisannya di Harian Kompas—adalah sosok “anak kampung tinggi melambung”. Sejak kecil, menurut pengakuannya, ia memang sudah tertarik dengan dunia politik dan kepemimpinan. Ia kerap dibawa mengikuti kegiatan-kegiatan sosial keagamaan dan politik. Bakat kepemimpinannya terus ia asah. Ia aktif di berbagai organisasi, mulai dari Remaja Masjid, Ketua OSIS PGAN/MAN, dan kepemudaan di kampung, sampai—ketika duduk di bangku kuliah di perguruan tinggi—menduduki jabatan sebagai Ketua Umum (sekarang: dikenal dengan istilah “Presiden BEM”). Organisasi adalah bagian dari hidupnya.
Karena organisasi juga, Nuzran telah mengembara ke berbagai tempat di Tanah Air. Jiwa nasionalismenya tumbuh. Idealismenya kokoh. Tidak seperti pada umumnya pemuda-pemudadi kampungnya yang enggan meninggalkan tanah kelahiran, Nuzran justru memilih hijrah keluar daerah. Namun, semua itu tidaklah membuatnya angkuh dan melupakan kampung halaman dan sahabatnya. Ia tetap ingat akan masyarakat daerahnya—Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi—yang saat ini masih banyak yang hidup susah dan mengalami kemiskinan, ketidakadilan, dan keterbelakangan.
Mungkin, bagi Nuzran, berlaku nasihat dari Imam Syafi’i kepada para pencari untuk berani melakukan pengembaraan intelektual: ”Berangkatlah, niscaya engkau akan mendapatkan ganti untuk semua yang engkau tinggalkan. Bersusah payahlah sebab kenikmatan hidup direngkuh dalam kerja keras. Ketika air mengalir, ia akan menjadi jernih dan ketika berhenti ia akan menjadi keruh. Sebagaimana anak panah, jika tidak meninggalkan busurnya tak akan mengenai sasaran. Biji emas yang belum diolah sama dengan debu di tempatnya.”
Ya, benar nasihat Imam Syafi’i. Pada 2004, di usianya yang relatif muda, ia diberi amanah oleh masyarakat Jambi sebagai Senator: menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) mewakili Provinsi Jambi. Ia memperoleh suara yang cukup fantastis dan spektakuler: 137.018 suara. Suara terbanyak di antara seluruh perolehan suara anggota DPD RI ketika itu. Di usia yang sangat belia (31 tahun) ia tampil sebagai tokoh muda di pentas politik Nasional—mengalahkan pesaing-pesaingnya yang berasal dari berbagai latar belakang. Di DPD RI, ia dipercaya sebagai Ketua dan Pimpinan PAH (Panitia Ad Hoc) III DPD RI tiga tahun berturut-turut pada 2004-2007. Ia juga pernah duduk sebagai anggota PAH I yang membidangi urusan hukum dan otonomi daerah, Panitia Perancang Undang-Undang 2004-2009.
Tidak hanya itu, ia juga punya segudang pengalaman internasional ke berbagai negaranegara di dunia seperti Arab Saudi, Dubai, Jepang, Finlandia, Kuba, Norwegia, Polandia, Jerman, China dan lainnya. Sepanjang karirnya, ia tergolong figur yang bersih. Tidak ada catatan hitam. Tidak pernah ia tersandung persoalan-persoalan korupsi, gratifikasi, asusila, dan perilaku bejat lainnya. Selama menjadi anggota DPD RI, ia bekerja jujur untuk masyarakat Jambi. Terkadang ia bekerja dalam sunyi dan luput dari sorotan media. Namun, ia tetap bekerja, walaupun kadang difitnah dan diumpat di sana-sini. Tapi, ia tak pernah merisaukannya. Itulah sebuah karakter kepemimpinan yang kuat.
Bukti lain dari kecintaannya untuk membangun negeri: pada 2008, ia pernah mencalonkan diri untuk menjadi Bupati Kerinci, walaupun pada akhirnya gagal. Tapi, Emil Peria—yang juga aktivis pergerakan dan tokoh politik muda Kerinci—pernah mengatakan yang intinya: tidaklah menjadi soal Nuzran kalah dalam kompetisi di Pilkada Kerinci. Yang penting itu: kita telah mencoba mendobrak status quo (kemapanan) dan kebekuan demokrasi yang selama ini dianggap hanya monopoli dan dominasi “kaum tua”, dan golongan elite.
Pasca kekalahannya sebagai Bupati Kerinci sambil menyelesaikan jabatan sebagai anggota DPD, Nuzran di tarik oleh DR. H. Marzuki Alie sebagai Staf Ahli Ketua DPR RI 2009-2012. Pada masa yang bersamaan, ia didaulat oleh para sesepuh, senior HKK dan MPK se-Indonesia (Masyarakat Peduli Kerinci) sebagai Sekretaris Jenderal DPP MPK selama dua Periode.
Pada 2014, Nuzran kembali ke pentas politik Nasional sebagai calon DPD RI periode 2014, namun gagal. Tapi sebagai tokoh dan pejuang sejati, yang selalu berupaya memperjuangkan nasib rakyat banyak, pada 2015, Nuzran kembali ke arena politik: ia dipercaya sebagai Calon Wakil Walikota Kota Sungai Penuh mendampingi Herman Muchtar. Tapi perjuangannya kembali gagal. Kesuksesan dan kegagalan yang dialami Nuzran dalam suatu perjuangan tak membuatnya patah arang. Nuzran punya prinsip: “Berdamai dengan masa lalu adalah sebuah pelepasan yang bijak. Siapa pun kita di masa itu jangan sampai merusak irama perjuangan hari ini dan harapan besar esok hari.” Itulah sebuah kesantunan politik yang jarang kita dapati. Dan prinsip itu juga yang membuat Nuzran dikagumi dan disegani banyak pihak.
Semangat, keteguhan, dan kesantunan perjuangan politik Nuzran Joher ini sangat menarik dan unik. Hal itu telah menarik minat mahasiswa jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang, Uun Lionar. Uun Lionar mengkaji biografi tematis dalam bentuk skripsi dengan judul: NUZRAN JOHER: Dari Aktivis Mahasiswa Hingga Politisi. Uun dapat mempertahankan skripsinya itu di hadapan penguji dan berhasil menggondol gelar sarjana pada tahun 2015.
Harapan Perubahan
Kini, Buya Ran—sapaan akrab Nuzran Joher—kembali dilirik oleh banyak kalangan tokoh-tokoh, kelompok pro perubahan, partai politik tingkat pusat dan daerah. Ia “turun gunung”. Ia digadang-gadang dan disebut-sebut sebagai tokoh muda yang akan muncul dan mampu melakukan perubahan yang lebih menyegarkan panggung politik Provinsi Jambi. Kini, ia maju sebagai calon anggota DPRD Provinsi Jambi dari PDI-Perjuangan yang lebih berintegritas.
Dari sekian banyak pengalaman, relasi, dan dedikasinya di tingkat Nasional, Nuzran, dipandang oleh banyak pengamat, akan lebih mampu memberikan perubahan signifikan terhadap peningkatan kualitas kinerja DPRD Provinsi Jambi ke depan. Selama ini, DPRD Provinsi Jambi dinilai belum mampu memberikan kemajuan yang berarti bagi masyarakat Jambi, khususnya Sungai Penuh-Kerinci. Belum terlihat terobosan-terobosan besar dan signifikan yang telah dilakukan DPRD Provinsi Jambi selama 4 tahun terakhir ini. Kekecewaan masyarakat diperparah lagi dengan prahara dan tragedi OTT KPK beberapa waktu lalu yang melibatkan eksekutif dan legislatif: suatu kejadian yang sangat mencoreng nama baik lembaga yang terhormat itu.
Oleh karena itu, masyarakat Jambi butuh penyegaran dan perbaikan yang berarti. Wajah dan nama baik Jambi perlu di-”segarkan”. Tidak hanya dalam hal pembangunan fisik, sarana, dan prasarana, tapi juga dalam bidang moralitas, integritas, dan manajemen birokrasi pemerintahan. Masyarakat Jambi menginginkan adanya peningkatan perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance), termasuk dalam hal rekrutmen CPNS dan penempatan orang untuk jabatan tertentu sesuai dengan keahliannya (the right man on the right place).
Masyarakat Jambi tidak hanya butuh legislator handal, tapi juga membutuhkan aktor dengan gaya kepemimpinan yang energik, dinamis, visioner, terbuka, tidak bergaya birokrat yang kaku, tidak terlalu formalistik dan feodal; dan yang tidak kalah penting: memiliki jiwa “pendobrak” kebekuan dan anti kemapanan, sehingg bisa melahirkan produk legislasi daerah yang berkualitas yang berpihak kepada rakyat. Tipe itu, dalam pandangan banyak kalangan saat ini, ada pada sosok Nuzran Joher yang berlatar belakang aktivis pergerakan dan aktivis mahasiswa. Karakter aktivis sejati tidak terlalu suka dengan simbol dan gaya formalistik yang kaku yang bersifat lip service belaka.
Nuzran dikenal dengan motto perjuangan: “KBKB” (Kita Bisa Karena Bersama dan Benahi Negeri). Motto ini meneguhkan kepada kita akan prinsip kerjasama dalam berjuang dan menikmatinya secara adil dengan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan. Kini ia menambah motto perjuangannya: “Merangkai Semangat Juang, Menuju Kemenangan”. Ia pun berpesan bahwa Pemilu Legislatif ini adalah sebuah kontestasi dan kompetisi yang harmonis, cerdas, dan ceria, bukan arena permusuhan dan saling menjelekkan. Mari nyalakan cahaya kebaikan masing-masing, tapi jangan padamkan cahaya orang lain. Subhanallah...!!
Karena kesungguhan dan keikhlasannya untuk berjuang membangun Jambi, khususnya Sungaipenuh-Kerinci, tidaklah salah jika banyak kalangan masyarakat—tokoh agama, pemangku adat, cerdik pandai, para petani, pedagang kaki lima, ibu-ibu (mak-mak) tukang ojek, sopir angkot, pedagang pasar, buruh, ASN, pemuda dan mahasiswa serta kaum milenial, yang merindukan perubahan (change) ke arah yang lebih baik—menaruh harapan besar pada Nuzran Joher untuk duduk dan memberikan warna positif penuh keadaban moral di lembaga DPRD Provinsi Jambi kedepan. Mungkinkah Nuzran Joher memenuhi harapan itu? Bismillahirrahmanirrahim, semoga...!!! .Selamat Berjuang, Sang Aktivis...!!!
RAUSHAN FIKRI
Aktivis dan Pegiat Anti Korupsi
Tapi, minat Nuzran lain: ia berbeda dengan trend rekan-rekan seusianya yang berlomba-lomba ingin jadi PNS pada era 90-an. Mungkin karena ia berkelindan dengan dunia pergerakan, aktivis, dan idealisme, ia kurang berminat untuk pakai seragam dinas. Nuzran justru menenggelamkan diri dalam aktivitas-aktivitas organisasi kemahasiswaan yang ia yakini mampu membuatnya besar dan berbeda dari rekan-rekannya kelak: menjadi tokoh dan pemimpin sosial.
Bertahun-tahun ia digembleng dan tergembleng di organisasi perkaderan: HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Nuzran tumbuh dengan karakter kepemimpinan yang nasionalis-religius. HMI—sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan yang telah banyak melahirkan tokoh dan pemimpin-pemimpin cemerlang bangsa ini—adalah organisasi yang dipilihnya ketika menjadi mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat. Karena kecintaannya pada kemanusiaan (humanity), kemerdekaan intelektual (intellectual freedom), dan kepedulian sosial ia memilih jalan hidup sebagai aktivis mahasiswa. Puncaknya di saat reformasi ’98 ia tampil memimpin gerakan mahasiswa ‘98 di Sumatera Barat dan menjadikan kampus IAIN sebagai pusat pergerakan 48 perguruan tinggi, sampai jatuhnya rezim Orde Baru.
Ia cuekkan apa yang menjadi momok oleh teman-teman kuliahnya di masa Orde Baru dulu, yang apatis dengan organisasi: ancaman DO (drop out). Tapi, tak sia-sia. Nuzran terbukti di kemudian hari, telah menikmati hasil itu: karakter kepemimpinan (leadership) justru banyak ia dapatkan dalam dunia organisasi, bukan di kampus formal. Namun, ia tetap bisa merampungkan kuliah dan berhasil mendapat gelar sarjana.
Tak hanya sukses organisasi, ia juga sukses secara akademis. Kedua hal itu telah membentuk dan memperkuat talenta kepemimpinan yang ada dalam dirinya. Bukti keuletan dan talenta kepemimpinannya: ia bersama aktivis Sumatera Barat dan Jambi mendirikan HMI Cabang Kerinci, dan ia menjadi ketua umum pertama. Sampai saat ini, sudah ribuan kader dan alumni yang lahir dari rahim pengkaderan HMI Cabang Kerinci. Pelan tapi pasti telah muncul kader dan bibit-bibit generasi muda yang tangguh, ulet serta siap mengisi pembangunan di segala bidang baik di Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi dan Nasional.
Dalam kancah pergulatan sosial organisasi HMI ia berhasil menjadi Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) di Jakarta, Kandidat Ketua Umum DPP KNPI 2011-2013 serta menjadi Ketua DPP KNPI Bidang Otonomi Daerah. Sesuatu yang tidak mudah dicapai oleh banyak aktivis dari berbagai daerah di Indonesia.
Kini, Nuzran Joher dipercaya bersama 62 orang tokoh Nasional lainnya—mantan menteri, hakim Mahkamah Konstitusi, akademisi, mantan anggota DPR dan DPD RI—berhimpun mewakili Fraksi Politik di MPR sebagai anggota di Lembaga Pengkajian MPR RI sejak 2016 sampai sekarang.
Figur Bersih, Peduli, dan Santun
Terlahir dari keluarga sederhana, di Desa Maliki Air Rawang, Sungai Penuh-Kerinci, 44 tahun silam, tepatnya 28 Oktober 1973, Nuzran—meminjam istilah wartawan senior Rosihan Anwar dalam salah satu tulisannya di Harian Kompas—adalah sosok “anak kampung tinggi melambung”. Sejak kecil, menurut pengakuannya, ia memang sudah tertarik dengan dunia politik dan kepemimpinan. Ia kerap dibawa mengikuti kegiatan-kegiatan sosial keagamaan dan politik. Bakat kepemimpinannya terus ia asah. Ia aktif di berbagai organisasi, mulai dari Remaja Masjid, Ketua OSIS PGAN/MAN, dan kepemudaan di kampung, sampai—ketika duduk di bangku kuliah di perguruan tinggi—menduduki jabatan sebagai Ketua Umum (sekarang: dikenal dengan istilah “Presiden BEM”). Organisasi adalah bagian dari hidupnya.
Karena organisasi juga, Nuzran telah mengembara ke berbagai tempat di Tanah Air. Jiwa nasionalismenya tumbuh. Idealismenya kokoh. Tidak seperti pada umumnya pemuda-pemudadi kampungnya yang enggan meninggalkan tanah kelahiran, Nuzran justru memilih hijrah keluar daerah. Namun, semua itu tidaklah membuatnya angkuh dan melupakan kampung halaman dan sahabatnya. Ia tetap ingat akan masyarakat daerahnya—Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi—yang saat ini masih banyak yang hidup susah dan mengalami kemiskinan, ketidakadilan, dan keterbelakangan.
Mungkin, bagi Nuzran, berlaku nasihat dari Imam Syafi’i kepada para pencari untuk berani melakukan pengembaraan intelektual: ”Berangkatlah, niscaya engkau akan mendapatkan ganti untuk semua yang engkau tinggalkan. Bersusah payahlah sebab kenikmatan hidup direngkuh dalam kerja keras. Ketika air mengalir, ia akan menjadi jernih dan ketika berhenti ia akan menjadi keruh. Sebagaimana anak panah, jika tidak meninggalkan busurnya tak akan mengenai sasaran. Biji emas yang belum diolah sama dengan debu di tempatnya.”
Ya, benar nasihat Imam Syafi’i. Pada 2004, di usianya yang relatif muda, ia diberi amanah oleh masyarakat Jambi sebagai Senator: menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) mewakili Provinsi Jambi. Ia memperoleh suara yang cukup fantastis dan spektakuler: 137.018 suara. Suara terbanyak di antara seluruh perolehan suara anggota DPD RI ketika itu. Di usia yang sangat belia (31 tahun) ia tampil sebagai tokoh muda di pentas politik Nasional—mengalahkan pesaing-pesaingnya yang berasal dari berbagai latar belakang. Di DPD RI, ia dipercaya sebagai Ketua dan Pimpinan PAH (Panitia Ad Hoc) III DPD RI tiga tahun berturut-turut pada 2004-2007. Ia juga pernah duduk sebagai anggota PAH I yang membidangi urusan hukum dan otonomi daerah, Panitia Perancang Undang-Undang 2004-2009.
Tidak hanya itu, ia juga punya segudang pengalaman internasional ke berbagai negaranegara di dunia seperti Arab Saudi, Dubai, Jepang, Finlandia, Kuba, Norwegia, Polandia, Jerman, China dan lainnya. Sepanjang karirnya, ia tergolong figur yang bersih. Tidak ada catatan hitam. Tidak pernah ia tersandung persoalan-persoalan korupsi, gratifikasi, asusila, dan perilaku bejat lainnya. Selama menjadi anggota DPD RI, ia bekerja jujur untuk masyarakat Jambi. Terkadang ia bekerja dalam sunyi dan luput dari sorotan media. Namun, ia tetap bekerja, walaupun kadang difitnah dan diumpat di sana-sini. Tapi, ia tak pernah merisaukannya. Itulah sebuah karakter kepemimpinan yang kuat.
Bukti lain dari kecintaannya untuk membangun negeri: pada 2008, ia pernah mencalonkan diri untuk menjadi Bupati Kerinci, walaupun pada akhirnya gagal. Tapi, Emil Peria—yang juga aktivis pergerakan dan tokoh politik muda Kerinci—pernah mengatakan yang intinya: tidaklah menjadi soal Nuzran kalah dalam kompetisi di Pilkada Kerinci. Yang penting itu: kita telah mencoba mendobrak status quo (kemapanan) dan kebekuan demokrasi yang selama ini dianggap hanya monopoli dan dominasi “kaum tua”, dan golongan elite.
Pasca kekalahannya sebagai Bupati Kerinci sambil menyelesaikan jabatan sebagai anggota DPD, Nuzran di tarik oleh DR. H. Marzuki Alie sebagai Staf Ahli Ketua DPR RI 2009-2012. Pada masa yang bersamaan, ia didaulat oleh para sesepuh, senior HKK dan MPK se-Indonesia (Masyarakat Peduli Kerinci) sebagai Sekretaris Jenderal DPP MPK selama dua Periode.
Pada 2014, Nuzran kembali ke pentas politik Nasional sebagai calon DPD RI periode 2014, namun gagal. Tapi sebagai tokoh dan pejuang sejati, yang selalu berupaya memperjuangkan nasib rakyat banyak, pada 2015, Nuzran kembali ke arena politik: ia dipercaya sebagai Calon Wakil Walikota Kota Sungai Penuh mendampingi Herman Muchtar. Tapi perjuangannya kembali gagal. Kesuksesan dan kegagalan yang dialami Nuzran dalam suatu perjuangan tak membuatnya patah arang. Nuzran punya prinsip: “Berdamai dengan masa lalu adalah sebuah pelepasan yang bijak. Siapa pun kita di masa itu jangan sampai merusak irama perjuangan hari ini dan harapan besar esok hari.” Itulah sebuah kesantunan politik yang jarang kita dapati. Dan prinsip itu juga yang membuat Nuzran dikagumi dan disegani banyak pihak.
Semangat, keteguhan, dan kesantunan perjuangan politik Nuzran Joher ini sangat menarik dan unik. Hal itu telah menarik minat mahasiswa jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang, Uun Lionar. Uun Lionar mengkaji biografi tematis dalam bentuk skripsi dengan judul: NUZRAN JOHER: Dari Aktivis Mahasiswa Hingga Politisi. Uun dapat mempertahankan skripsinya itu di hadapan penguji dan berhasil menggondol gelar sarjana pada tahun 2015.
Harapan Perubahan
Kini, Buya Ran—sapaan akrab Nuzran Joher—kembali dilirik oleh banyak kalangan tokoh-tokoh, kelompok pro perubahan, partai politik tingkat pusat dan daerah. Ia “turun gunung”. Ia digadang-gadang dan disebut-sebut sebagai tokoh muda yang akan muncul dan mampu melakukan perubahan yang lebih menyegarkan panggung politik Provinsi Jambi. Kini, ia maju sebagai calon anggota DPRD Provinsi Jambi dari PDI-Perjuangan yang lebih berintegritas.
Dari sekian banyak pengalaman, relasi, dan dedikasinya di tingkat Nasional, Nuzran, dipandang oleh banyak pengamat, akan lebih mampu memberikan perubahan signifikan terhadap peningkatan kualitas kinerja DPRD Provinsi Jambi ke depan. Selama ini, DPRD Provinsi Jambi dinilai belum mampu memberikan kemajuan yang berarti bagi masyarakat Jambi, khususnya Sungai Penuh-Kerinci. Belum terlihat terobosan-terobosan besar dan signifikan yang telah dilakukan DPRD Provinsi Jambi selama 4 tahun terakhir ini. Kekecewaan masyarakat diperparah lagi dengan prahara dan tragedi OTT KPK beberapa waktu lalu yang melibatkan eksekutif dan legislatif: suatu kejadian yang sangat mencoreng nama baik lembaga yang terhormat itu.
Oleh karena itu, masyarakat Jambi butuh penyegaran dan perbaikan yang berarti. Wajah dan nama baik Jambi perlu di-”segarkan”. Tidak hanya dalam hal pembangunan fisik, sarana, dan prasarana, tapi juga dalam bidang moralitas, integritas, dan manajemen birokrasi pemerintahan. Masyarakat Jambi menginginkan adanya peningkatan perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance), termasuk dalam hal rekrutmen CPNS dan penempatan orang untuk jabatan tertentu sesuai dengan keahliannya (the right man on the right place).
Masyarakat Jambi tidak hanya butuh legislator handal, tapi juga membutuhkan aktor dengan gaya kepemimpinan yang energik, dinamis, visioner, terbuka, tidak bergaya birokrat yang kaku, tidak terlalu formalistik dan feodal; dan yang tidak kalah penting: memiliki jiwa “pendobrak” kebekuan dan anti kemapanan, sehingg bisa melahirkan produk legislasi daerah yang berkualitas yang berpihak kepada rakyat. Tipe itu, dalam pandangan banyak kalangan saat ini, ada pada sosok Nuzran Joher yang berlatar belakang aktivis pergerakan dan aktivis mahasiswa. Karakter aktivis sejati tidak terlalu suka dengan simbol dan gaya formalistik yang kaku yang bersifat lip service belaka.
Nuzran dikenal dengan motto perjuangan: “KBKB” (Kita Bisa Karena Bersama dan Benahi Negeri). Motto ini meneguhkan kepada kita akan prinsip kerjasama dalam berjuang dan menikmatinya secara adil dengan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan. Kini ia menambah motto perjuangannya: “Merangkai Semangat Juang, Menuju Kemenangan”. Ia pun berpesan bahwa Pemilu Legislatif ini adalah sebuah kontestasi dan kompetisi yang harmonis, cerdas, dan ceria, bukan arena permusuhan dan saling menjelekkan. Mari nyalakan cahaya kebaikan masing-masing, tapi jangan padamkan cahaya orang lain. Subhanallah...!!
Karena kesungguhan dan keikhlasannya untuk berjuang membangun Jambi, khususnya Sungaipenuh-Kerinci, tidaklah salah jika banyak kalangan masyarakat—tokoh agama, pemangku adat, cerdik pandai, para petani, pedagang kaki lima, ibu-ibu (mak-mak) tukang ojek, sopir angkot, pedagang pasar, buruh, ASN, pemuda dan mahasiswa serta kaum milenial, yang merindukan perubahan (change) ke arah yang lebih baik—menaruh harapan besar pada Nuzran Joher untuk duduk dan memberikan warna positif penuh keadaban moral di lembaga DPRD Provinsi Jambi kedepan. Mungkinkah Nuzran Joher memenuhi harapan itu? Bismillahirrahmanirrahim, semoga...!!! .Selamat Berjuang, Sang Aktivis...!!!
RAUSHAN FIKRI
Aktivis dan Pegiat Anti Korupsi
0 Komentar