Pemilu 2024 telah usai. Calon anggota DPRD tingkat kabupaten yang terpilih sudah ditetapkan langsung oleh KPU Kabupaten Kerinci pada rapat pleno Sabtu lalu. Ada 7 orang anggota DPRD Kabupaten Kerinci dari dapil 3 dan 5 orang dari dapil 1. Dua belas orang itu sebagiannya wajah lama, dan ada juga wajah baru. Sebagai wakil rakyat, mereka—saat ini—telah memikul amanah di pundak masing-masing: harus memenuhi janji-janji politik yang telah disampaikan kepada masyarakat pada saat kampanye. Berbagai harapan juga digantungkan masyarakat ke pundak mereka untuk mereka perjuangkan dalam rapat-rapat di gedung DPRD.
Di antara berbagai harapan itu, ada satu harapan besar—terutama bagi masyarakat peladang—adalah akses jalan ke Renah Pemetik. Dan, harapan itu bukan hanya ditujukan kepada anggota DPRD terpilih dari dapil 3 dan 1 ini saja, tapi juga kepada tokoh-tokoh yang bakal ikut nominasi calon Bupati Kerinci pada pilbup November 2024 mendatang. Bagaimana menyelesaikan persoalan infrastruktur jalan Renah Pemetik yang dari hari ke hari kian hancur dan sulit dilewati.
Masyarakat Renah Pemetik harus bagaimana?
Berdasarkan beberapa sumber, masyarakat pertama kali masuk dan mengelola hutan yang kini bernama “Renah Pemetik”, yakni sekitar akhir tahun 60-an. Artinya, sudah sekitar setengah abad lebih masyarakat mengelola dan menggantungkan hidup di Renah Pemetik. Tapi, tanah yang subur dan hasil bumi yang kaya itu tak didukung oleh infrastruktur yang memadai.
Semenjak Kabupaten Kerinci berdiri, dan sekarang telah dimekarkan lagi menjadi satu kabupaten dan kota, 15 tahun silam, hampir tak pernah ada perhatian serius dari pemerintah terhadap infrstruktur jalan ke Renah Pemetik. Padahal, bupati telah berganti-ganti dari periode ke periode. Anggota DPRD pun telah datang dan pergi silih berganti. Namun, jalan yang menjadi akses utama masyarakat ke Renah Pemetik masih seperti kubangan kerbau. Melewati jalan itu, seakan mengingatkan pada bait lagu Iwan Fals yang berjudul "Guru Oemar Bakri":
“Laju sepeda kumbang di jalan berlubang;
Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang…”
Tapi, masyarakat tak tahu harus berbuat apa. Beberapa tahun yang lalu, ketika Ami Taher menjabat Wakil Bupati Kerinci, masyarakat berharap ada kebijakan besar yang dilakukan. Tapi, setali tiga uang. Harapan itu pun sirna—bertolak belakang dengan motto beliau sendiri: “Harapan Itu Masih Ada”. Anggota DPRD Kabupaten Kerinci periode-periode yang lalu pun demikian. Tak ada yang begitu serius memperjuangkan amanat penderitaan masyarakat Renah Pemetik. Padahal, di saat-saat pemilu, banyak caleg yang berupaya meraih simpati masyarakat di Renah Pemetik.
Hanya dagangan isu politik?
Selama ini, jalan Renah Pemetik merupakan isu seksi menjelang pemilu dan pilkada saja. Banyak caleg maupun, cabup—bahkan cagub—yang memanfaatkannya untuk memperoleh dukungan suara dari masyarakat Renah Pemetik. Tapi, isu itu hanya seksi di saat momen-momen politik saja. Setelah itu, tak ubah seperti seorang “gadis seksi” yang telah diisap madunya itu pun ditinggal pergi tanpa dipedulikan lagi. Nasib itu selalu dirasai oleh masyarakat Renah Pemetik dari tahun ke tahun—bahkan hingga kini.
Sekarang, pasca pemilu, masyarakat menaruh harap besar pada Anggota DPRD Kabupaten Kerinci terpilih pada pemilu 2024 ini, terutama dari dapil 3 dan 1 Kabupaten Kerinci. Harapan besar juga disandarkan pada figur-figur yang sekarang—yang konon katanya—berencana mengikuti Pilbup Kerinci pada 27 November 2024 mendatang.
Yang dibutuhkan masyarakat adalah kepastian, bukan janji-janji politik. Untuk itu, anggota DPRD terpilih pada pemilu 2024 ini harus membuka ruang-ruang dialog terkait persoalan tersebut. Jika memang akses jalan itu tak mampu dibangun dengan baik, jelaskanlah dengan baik kepada masyarakat duduk persoalannya. Jika kendalanya ada pada keterbatasan APBD, misalnya, jelaskanlah secara terus terang kepada masyarakat. Jika bukan kapasitas DPRD Kabupaten Kerinci—karena terkait kepentingan global, misalnya—jelaskan juga kepada masyarakat. Jangan isu itu dijadikan “dagangan politik” saja. Harus ada penjelasan yang benar, jujur, dan objektif.
Dalam politik itu dibutuhkan komunikasi. Selama ini, akses komunikasi itulah yang tak dibangun antara masyarakat (konstituen) dan wakil rakyat yang duduk di DPRD, maupun Pemerintah Kabupaten Kerinci. Sehingga yang terjadi adalah semacam “pembodohan politik”, bukan pendidikan dan pencerdasan politik.
Sebagai penutup, saya ingin mengutip kata-kata dari George Orwell seorang sastrawan Inggris: "Political language is designed to make lies sound truthful; bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terdengar benar." Semoga anggota DPRD Kabupaten Kerinci terpilih pada pemilu 2024 ini, khususnya dari dapil 3 dan 1, dan bupati terpilih nantinya, benar-benar memikirkan dengan serius dan mampu memperjuangkan pembangunan akses jalan ke Renah Pemetik. Masyarakat sudah terlalu lama menderita. Bahkan sudah memakan korban jiwa. Semoga ada solusi terbaik. Kita tunggu saja.
Bukhari Muallim, dosen dan pengamat politik
0 Komentar